Minggu, 28 Juli 2013

Ini Tentang Ibu

Ini Tentang Ibu...


Ini tentang ibuku, beliau sosok yang bisa dibilang srikandi keluarga. Bayangin saja, menghidupi 6 orang anak yang jarak umurnya tidak terlalu jauh. Sungguh repotnya. Ibu untuk bisa tetap bertahan hidup, ia bertani, ia berjualan dan ia melakukan apa saja untuk bisa makan sehari-hari. Bapak? Bapak ada, tapi ibulah yang seingatku dan seingat saudara-saudaraku paling paling mengusahakan hidup kami. 

Makan nasi garam dan minyak tanak itu sudah seperti tradisi di rumah kami. Bahkan kadang pula hanya makan nasi saja. Ikan teri adalah makanan favorit yang sering kali membuat aku dan kakak-kakakku rebutan. Bayangkan, ikan teri saja bisa membuat kita berenam rebutan apalagi ayam atau daging? Ya, kala itu kehidupan keluarga memang terasa sekali sulitnya. Berkali-kali aku dan kakakku terserang penyakit kolera atau bisul-bisul bernanah. Bahkan pernah aku dan kakakku yang kedua dan ketiga nyaris seluruh badan terkena bisul bernanah. Ibu tak pernah mengeluh akan hal itu, sekalipun tak. Luar biasa....

Tak hanya itu, kadang ulat keluar dari luka bernanah di tubuh kakakku. Mulai saat itulah aku fobia ulat. Kakakku digunduli kepalanya karena kepala tersebut menjadi sarang luka bernanah dan ulat-ulat kecil seringkali melompat dari lubang luka itu. Ibu tidak pernah risih, ibu tidak pernah jijik. Beliau selalu punya cara mengatasi setiap masalah. Itu yang selalu aku liat dari ibu, selain tabah, sabar, kuat, ibu juga adalah contoh terbaik dalam keluarga.

Membiayai sekolah 6 orang anak, tadinya kami pikir sekolah kami akan terlantar. Tapi tidak juga. Kakak pertama selesai S1 di bidang Sospol, kakak kedua pun selesai S1 PGSD, kakak ketiga juga selesai S1 PAI, Kakak ke empat S1 Bahasa Indonesia, Kakak kelima selesai S1 PAI, Aku? Aku juga selesai S1 Pendidikan Matematika. Itulah hebatnya tenaga, usaha, dan do'a seorang ibu.

Dulu, sebelum bapak jadi PNS dengan profesi bujang sekolah itulah kehidupan paling keras yang pernah kami sekeluarga alami. Dihina orang, dikucilkan, diabaikan dan banyak lagi yang kadang membuat ibu kerap bermuram durja. Tapi ibu selalu punya kekuatan untuk melawan semua penderitaan. Tak percaya kalo bapak bisa jadi PNS, betapa tidak ijazah SD saja bapak tidak punya. Tapi berkat mukjizat dari Allah SWT bapak diangkat langsung oleh pemerintah daerah dan pusat sebagai PNS dan memakai seragam kebesarannya itu. Titik balik kehidupan kami dimulai dari sana. Meski tak begitu pesat.

Mau tahu kenapa bapak bisa jadi PNS padahal ijazah SD saja tak punya? Karena kakek mewakafkan tanah luasnya untuk pembangunan sebuah sekolah SMP di desa kami. Sebagai jasa, maka diangkatlah bapak jadi PNS. Bapak tidak bisa membaca dan menulis tapi bapak bisa membaca kitab Qur'an mulai dari yang berbaris sampai kitab Gundul. :D ah, mari lupakan sejenak tentang itu.

Nah, meskipun ayah sudah jadi PNS tapi keadaan keuangan keluarga masih memburuk. Aku sekolah dari SD sampai SMA selalu memakai baju seragam bekas kakak, aku tidak pernah dibelikan baju baru untuk sekolah. Karena aku pun ingin demikian, kasihan ibu bila aku harus ngotot dibelikan baju seragam sekolah yang baru. Ibu harus dapat uang dari mana? Meski demikian satu hal yang tidak pernah aku lupa adalah setiap kali ibu menghadiahi aku seragam sekolah bekas kakak, sebelum diserahkan padaku ibu selalu mencucinya hingga bersih dan menyetrikanya pakai setrika arang. Biar kelihatan lebih baru dan rapih. Ibu memang hebat dalam hal membuat barang lama jadi barang baru. :)

"Kamu sekolahlah yang benar, jangan kecewakan ibu. Ibu di sini (sambil menunjuk dada kiri aku), di hati kamu. Kalau kamu merasa tersesat ingat ibu dan kamu akan mendapatkan jalan atas masalahmu."

Itu kalimat ibu yang selalu ampuh membuat aku menangis dan jadi kuat kembali.

Ibu itu cantik, perempuan pertama paling cantik yang pernah kutemui. Aku perempuan keduanya. hehehe
Ibu bagi aku adalah segala-galanya yang menjadi prioritas. Karena ibu pulalah aku tidak ingin menyerah dalam sekolah, selalu berusaha memberikan yang terbaik. Di SMP aku pernah berjanji pada ibu, bahwa kelak ibu akan berdiri di atas podium aula sekolah untuk menerima penghargaanku sebagai siswa dengan nilai terbaik. Ya, jadi di sekolah dulu di SMP aku, setiap kali pembagian raport orang tua siswa di panggil untuk mengambi raport anak-anaknya. Dan siapapun yang anaknya meraih nilai paling tinggi di kelas maka ia berhak naik podium dan menerima penghargaan dari Kepala Sekolah. Aku berhasil membuat ibu berdiri lebih dari sekali di atas podium. BANGGA! 

Akhirnya seirng waktu bergulir, tubuh ibu semakin tua, keriput dimana-mana dan ia sudah bercucu. Ibu pun menderita penyakit Diabetes. Segalanya berubah total, ibu sering sakit-sakit. Keluar masuk rumah sakit entah sudah kali keberapa. Saat aku sudah mengerjakan tugas akhir kuliah yaitu skripsi penyakit ibu semakin parah. Selain diabetes, ibu juga kena penyakit ginjal, jantung dan hati. Penyakit ibu komplikasi. Aku merasa lemah saat itu, pikiran aku terbagi. Kuliah dan kesehatan ibu. Aku harus bolak balik menempuh jarak kurang lebih 60 km tiap minggunya untuk memastikan bahwa keadaan ibu baik-baik saja.

Lalu, ibu akhirnya sudah tidak bisa menahan rasa sakit lagi. Ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir tepat sesaat sebelum fajar dan adzan subuh di masjid rumah sakit di kumandangkan. Padahal sebelumnya ibu telah diberi kabar baik oleh dokter bahwa ia sudah boleh pulang. Tapi malam itu Allah berkehendak lain, ibu memang pulang ke rumah tapi sudah dalam keadaan tak sama lagi.

Di saat-saat terakhir ibu, beliau hanya menatap aku lamaaa sekali kemudian ia memeluk aku sangat dalam. Ibu juga melakukan 'ritual' antara aku dan ibu yaitu mencium wajahku mulai dari kening, pipi dan hidungku. Aku hanya bisa menangis, air mataku semakin deras seiring nafasnya yang mulai tak beraturan. Ibu menuntunku melihat prosesi akan dicabutnya nyawanya mulai dari kaki. Ibu memperlihatkan itu semua padaku, katanya biar suatu saat nanti aku tak pernah takut menghadapi orang mati dan kematian. 

Aku menuntun ibu baca syahadat, namun aku tak bisa lama melakukannya sebab pandanganku sudah lebih dulu gelap. Aku kehilangan ibu. Tepat di saat jadwal ujian akhirku sudah keluar. Padahal aku ingin sekali ibu menyaksikan aku memakai toga kebanggan. Namun semua itu tinggal kenangan. Ibu sudah pergi selama-lamanya dan siapapun tak akan bisa mengubah takdir.

Ibu, berpulang ke rahmatullah menjelang subuh tanggal 2 agustus 2009. Sebentar lagi, genap 4 tahun kepergian ibu. Rindu ini masih sama, rindu yang tak pernah bisa kuelak. Rindu yang selalu membuat aku menggigil di malam buta. Menangis diam-diam dan memeluk bingkai foto aku dan ibu. 

Ibu,
fajar menjemputmu
suara adzan mengantarmu
ke tempat peristirahatan terakhirmu
air mata tak berarti lagi
semua akan kembali
tinggal waktu mengadili
hari itu pasti kan tiba.

Ibu,
terimakasihku
tak terkira rasanya bahagiaku
lahir dari rahim sucimu
menjadi bagian dari darahmu
dan mewarisimi tekstur wajahmu
aku bangga punya ibu.

Ibu,
doa sudah kulangitkan
sebagaimana engkau yang senantiasa
melangitkan doa doa di malam sunyi
untukku, untuk kakak dan untuk ayah
kau selalu berkorban
apapun itu, 
kau selalu punya cara
membuat kami tersenyum
dengan berkata: semua baik-baik saja

Ibu,
aku merindukanmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar