Rabu, 04 September 2013

Aku LELAH

Jalan-jalan menjadi sunyi, sudah biasa kutemukan diriku bisu seperti ini. Diam yang mirip ketololan atau apalah namanya. Pandangan kosong menatap ketinggian pada langit yang menggantung di atasku. Aku mendadak tak ingat apa-apa, juga tak ingat siapa lagi aku saat ini. Pikiran melayang-layang, berganti-ganti pada masa silam, masa kini dan masa nanti. Sampai akhirnya kutemukan diriku hanya seonggok sepi di atas pembaringan.
"Ada apa ini ya Tuhan? Perasaan ini begitu kosong. Bisakah kuminta kembali padaMu? Bisakah aku katakan aku lelah?"

Barangkali di sini biar kuceritakan tentang sosok yang berpuluh-puluh tahun tinggal bersamaku dalam satu atap. Semua memanggilnya "Bapak". Sejujurnya aku sangat menyayanginya tanpa syarat apapun. Sungguh aku tak pernah mengingkari kehadirannya sebagai bapakku, juga tak pernah menyangkali bahwa beliau adalah suami dari ibu yang melahirkanku. Tapi sudah lama perasaan sayang itu dirasuki perasaan yang berbeda. Seperti kebencian. Dan aku tak bisa menolaknya.

Malam kemarin, kebencian itu rasanya tumbuh semakin subur. Dia pulang lagi dalam keadaan mabuk, berteriak ke seisi kampung dan membangunkan beberapa orang. Aku bahkan tak bisa lagi menangis untuknya. Airmataku membanjir hanya bila mengingat betapa sedihnya ibu di alam sana. Meninggalkan "Bapak" bagi anak-anaknya yang sekalipun tak pernah berusaha untuk bisa dewasa.

Aku jadi bosan tinggal di rumah, sempat kutinggalkan rumah selama setahun dan bekerja di kota orang hanya untuk menghindar dari perasaan benci yang akan mengungkung hari-hariku. Kukorbankan banyak hal hanya agar perasaan dan keadaan hatiku jauh lebih tenang. Tapi memang tak semudah itu menghadapi sesuatu yang sudah menjadi akar bagi seseorang. Aku ingin berteriak dan semua teriakan itu kini hanya tertahan di kerongkongan, aku berteriak siapa yang dengar?

Aku mulai membencinya sejak kali pertama kulihat ia membuat airmata ibu jatuh bercucuran. Bukan tubuh ibu yang tersiksa oleh perilakunya tapi hatinya yang terlanjur lelah terlanjur sakit dan akhirnya memendam luka diam-diam. Ini tidak adil...

Tuhan kali ini biarkanlah tangisku pecah di keheningan, isakku biar menyatu dan lebur bersama hujan.

"Aku lelah...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar