Kamis, 12 September 2013

#LEGENDAHORORRLOKAL - PARAKANG


PARAKANG


          Ada satu legenda yang kerap diceritakan penduduk desa apabila malam bulan purnama seperti ini. Menurut nenek saya jika bulan sedang bulat penuh maka tengah malam biasanya muncul atau keluarlah mahluk jadi-jadian yang disebut dengan nama “PARAKANG”. Mahluk ini sangat ditakuti oleh penduduk desa, karena ia bisa muncul dimana saja, kapan saja dengan wujud yang berbeda-beda. Bisa menjadi pepohonan, kucing, anjing dan lain-lain. Namun pada dasarnya mahluk ini adalah manusia, manusia yang memiliki ilmu hitam atau menganut ajaran tertentu yang ia peroleh dari seorang guru. Entah guru apa namanya.
          Jika bulan purnama mereka keluar dalam keadaan telanjang dan menari di bawah sinar bulan, berputar dan membawa ‘dulang’ yang sesekali ditabuhnya. Maka dari kejauhan akan terdengar sayup-sayup suara dulang yang ditabuh itu diselingi gonggongan anjing yang tiada henti. Bersamaan itu pula makan angin akan bertiup lebih aneh dari biasanya yang membuat bulu kuduk siapapun berdiri. Itu tandanya mereka sedang melakukan ritual, biasanya puncak ritual akan terjadi ketika malam jumat dan sedang bulan purnama.
          PARAKANG akan mengubah bentuknya ketika ia akan berburu mangsa. Beberapa kali saya pernah mengalami kejadian aneh sehubungan dengan mahluk jadi-jadian ini. Jika ada mahluk berupa hewan misal anjing yang kamu lihat dan kepalanya lebih besar atau kaki belakangnya lebih tinggi maka sudah pasti itu adalah jelmaan parakang. Maka berhati-hatilah karena ia bisa menghisap darahmu hingga habis dari jarak jauh sekalipun hanya dengan menatapmu dengan tajam tanpa memejam.
          Malam itu saya hendak mencari bapak di kolong rumah, kebetulan rumah saya rumah panggung. Ketika menuruni tangga ada seekor hewan yang saya tidak bisa deskripsikan bentuknya antara anjing atau kerbau. Sebab badannya besar seperti kerbau dan memiliki kepala seperti anjing dengan ekor yang pendek seperti babi. Hewan itu menyeringai ke arah saya dengan mata memerah. Tak perlu berpikir lama untuk saya bisa lari, sebab tak lama kemudian saya seperti sedang dikejar oleh hewan itu. Saya seperti orang kesurupan masuk ke kamar ibu dan memeluknya erat dengan keringat dingin sudah membanjiri. Keesokan harinya saya demam tinggi dan sempat di bawa ke rumah sakit. Setelah dicek ternyata saya kehilangan banyak darah. Entah dari mana mahluk itu menghisap darah saya yang membuat saya nyaris kehilangan nyawa.
          Semenjak peristiwa itu, saya tidak mau lagi keluar malam tanpa pengawasan ibu atau kakak saya yang lain. Akhirnya oleh nenek diceritakan bahwa untuk membuat mahluk bernama parakang itu lumpuh, maka gunakan daun kelor dan pukulkan ke arah mahluk itu sebanyak tiga kali. Maka mereka akan hilang begitu saja atau malah akan berubah ke wujud aslinya yaitu manusia.
          Parakang akan menunggu kamu di mana saja, tapi biasanya akan menunggu di bawah kolong rumah. Di pinggir jalan yang banyak pepohonan terutama pohon pisang atau di pertigaan jalan yang sepi. Wujud yang paling menyeramkan dari parakang yang pernah saya lihat adalah rambutnya panjang, muka hancur tak berbentuk, dan melayang dengan payudara yang sudah hancur pula hanya setengah dari badannya.
          Parakang akan sering mendatangi orang sakit, orang melahirkan, atau orang yang sedang hajatan. Jika mendatangi orang sakit maka bisa jadi orang sakit itu akan meninggal lebih cepat dengan seluruh tubuh membiru. Sedangkan jika ia mendatangi orang melahirkan maka anak yang dilahirkan itu akan hilang di dalam perut atau keluar dengan bentuk yang sudah hancur dan hanya berupa gumpalan daging. Jika mendatangi orang hajatan maka biasanya akan banyak orang yang ditubuhnya terdapat bilur-bilur merah keunguan. Ukurannya bisa besar sampai kecil-kecil dan seringkali bilur-bilur itu ada di paha. Membuat siapa saja akan kehilangan kesadarannya dan jatuh pingsan.
          Di desa saya ada seorang yang dicurigai adalah Parakang, di saat dia mengalami sakaratul maut itu susahnya minta ampun. Sangat lama dan bisa memakan waktu berhari-hari. Orang itu baru meninggal ketika ada sanak saudaranya atau keluarganya yang membisikinya satu kata “Lemba”. Maka tidak perlu tunggu lama orang itu akhirnya meninggal dan orang yang membisikinya ‘lemba’ serta merta menjadi Parakang juga. Lemba artinya pindah.
          Parakang seringkali menyeringai tidak jelas, bersuara aneh dan menyeramkan. “Grrrrrhhh..... guarrrrrhrhhhh.... Rrrraahhhh....!” kemudian berubah menjadi seperti desisan dan kadang juga bersenandung aneh.
          Di belakang rumah saya ada rumpun pohon pisang setiap malam kamis ada suara-suara aneh dari gesekan daun pisang. Karena semua orang di rumah tidak bisa tidur karena suara itu, maka bapak pun akhirnya bangun dan mengecek ada apa di balik pohon pisang tersebut. Mungkin maling atau apa. Karena penasaran saya dan kakak saya juga ikut di belakang bapak, tak di sangka-sangka dari balik pohon pisang itu ada seorang perempuan dengan rambut panjang hingga menyentuh tanah sedang memakan ayam yang masih hidup. Saya kaget, kakak kaget dan bapak mungkin satu-satunya orang yang tidak kaget. Lutut saya gemetar, keringat mengucur deras, saya ingin menutup mata tapi saya juga penasaran ingin melihat rupa aslinya.
          Bapak melempari batu dan tak lama kemudian mahluk itu pergi dengan sekelebat lalu hilang entah kemana. Keesokan harinya ada tetangga yang dikabarkan kena cedera di bagian punggung, tetangga saya ini sudah lumayan tua tapi belum tua sekali. Katanya semalam saat tidur seperti ada yang menimpuki dia batu hingga punggungnya memar. Dalam hati, saya akhirnya tahu kalau tetangga yang sudah lama dicurigai memiliki ilmu hitam ini adalah orang yang sama dengan orang yang semalam dilempar batu oleh bapak. Rasakan....!
Itulah kisah legenda yang hingga sekarang masih ramai diceritakan oleh penduduk desa dan Parakang itu masih ada, masih berwujud segala macam dan masih menyeramkan. Wkwkw...
Kalo sempat bertemu salah satu diantara mereka, sampaikan salamku ya. Hihi
Tuh siapa tuh berambut panjang di belakangmu, sedang menghisap darah di lehermu....... “Grrrrrhhh..... guarrrrrhrhhhh.... Rrrraahhhh....!”

Jeneponto, 13 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar